MAKALAH
STRATEGI
PENGEMBANGAN PENDIDIKAN NONFORMAL
OLEH:
SUCI
RAMADANI
1304792
UNIVERSITAS
NEGERI PADANG
2015
KATA
PENGANTAR
Puji syukur penulis haturkan kepada
Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat yang telah dilimpahkan kepada
penulis selama pelaksanan penyusunan makalah ini sehingga penulis dapat menyelesaikannya
dengan lancar. Makalah ini penulis buat guna memenuhi tugas mata kuliah strategi
pembelajaran Pendidikan Luar Sekolah dan semoga layak untuk dijadikan sebuah
referensi atau bahan ajar. Di dalam pelaksanaan penulisan makalah ini penulis menjumpai berbagai masalah dan
hambatan yang harus dilewati. Namun, dengan adanya bantuan dari teman dan
berbagai pihak tentunya hambatan itu dapat teratasi dengan bijak. Oleh karena
itu penulis sangat berterimakasih sebesar-besarnya kepada Tuhan yang Maha Esa,
dan seluruh rekan yang telah membantu penulis dalam rangka menulis makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh daripada sempurna. Maka dari
itu, kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat penulis harapkan.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada semua.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Kemajuan suatu bangsa hanya dapat
dicapai melalui penataan pendidikan yang baik. Upaya peningkatan mutu
pendidikan diharapkan dapat menaikkan harkat dan martabat manusia Indonesia.
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 menyebutkan bahwa pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang berman, bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Untuk mencapai tujuan pendidikan
tersebut maka jalur pendidikan nonformal menjadi sarana yang tepat. Hal ini disebabkan
pendidikan nonformal melakukan pendidikan yang berlangsung sepanjang hayat dan
berkelanjutan sehingga potensi yang dimiliki seseorang dapat dikembangkan
secara maksimal.
B. Rumusan
Masalah
1. Untuk
menjelaskan pengertian pendidikan nonformal?
2. Untuk
menjelaskan jenis pendidikan nonformal?
3. Untuk
menjelaskan masalah yang di hadapi pendidikan nonformal?
4. Untuk
menjelaskan strategi perkembangan pendidikan nonformal?
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Pendidikan
Nonformal
A.
Pengertian
Pendidikan
nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan
secara terstruktur dan berjenjang. Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai
setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian
penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah
dengan mengacu pada standar nasional pendidikan.
Sedangkan menurut Axin, pendidikan nonformal adalah kegiatan belajar
yang disengaja oleh warga dan pembelajar di dalam suatu
latar yang diorganisasi (berstruktur) yang terjadi di luar sistem persekolahan.
B.
Jenis pendidikan
nonformal
Pendidikan
nonformal meliputi:
a.
pendidikan
kecakapan hidup
c.
pendidikan
kepemudaan
d.
pendidikan
pemberdayaan perempuan
e.
pendidikan
keaksaraan
g.
dan pelatihan
kerja.
Pendidikan
kesetaraan meliputi Paket A, Paket B dan Paket C, serta pendidikan lain yang
ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik seperti:
a.
Pusat Kegiatan
Belajar Masyarakat (PKBM),
c.
lembaga pelatihan
d.
kelompok belajar
e.
majelis taklim
2. Masalah dalam Pendidikan Non Formal
Memperoleh
pekerjaan adalah impian banyak siswa maupun mahasiswa setelah mereka mampu
menyelesaikan sautu jenjang pendidikan tertentu, hal ini tentu bukanlah hal
yang keliru karena mindset masyarakat saat ini ketika menyekolahkan
anak-anaknya adalah untuk dapat bekerja. Namun satu hal yang tidak dapat
dipungkiri adalah saat ini adalah kesempatan kerja yang tersedia sangatlah terbatas
dan tidak berbanding serah dengan lulusan pendidikan. Kesenjangan antara
lapangan pekerjaan dan lulusan institusi pendidikan inilah yang mendorong semua
pihak untuk berfikir lebih dalam mengenai upaya mengatasi masalah ini. bukanlah
hal yang mustahil jika setiap tahun jumlah pengangguran selalu mengalami
peningkatan karena ketidak linieran jumlah lapangan kerja dan lulusan institusi
pendidikan.
Pengangguran
adalah merupakan masalah yang komplek, disamping sebagai akibat, pengangguran
juga merupakan sebab dari masalah lainnya seperti tindak kriminal, kemiskinan,
kemerosotan tingkat kesehatan, rendahnya tingkat pendidikan dan lain
sebagainya, sehingga upaya untuk mengatasi masalah ini juga harus multi
disiplin dan multi pendekatan. Bahkan pengangguran saat ini tidak hanya terjadi
diperkotaan saja, melainkan sudah merambah ke daerah-daerah perdesaan di
seluruh nusantara, yang memungkinkan pengangguran ini masuk dalam kategori
masalah nasional yang harus segera diatasi agar tidak menjadi penghambat pembangunan.
Pemerintah
saat ini tentu saja tidak tinggal diam, berbagai upaya telah dilakukan termasuk
diantaranya dalam kebijakan pendidikan non formal. Saat ini Direktorat
Pendidikan Non Formal dan Informal gencar melaksanakan program pendidikan
kesetaraan dasar dan lanjutan yang terintegrasi dengan pendidikan kecakapan
hidup, program tersebut diantaranya adalah program Kewirausahaan Usaha Mandiri
untuk Keaksaraan Fungsional, program Kewirausahaan Desa dan Kewirausahaan
Perkotaan untuk Kejar paket B dan C dan lain sebagainya. Tujuannya adalah agar
warga belajar disamping mendapatkan ijazah pendidikan yang setara dengan
pendidikan formal baik untuk tingkat SD, SLTP maupun SLTA, namun juga
mendapatkan dukungan keterampilan yang diharapkan dapat dijadikan bekal bagi
peserta didik di masyarakat setelah mereka menyelesaikan program pendidikan
tersebut.
Program-program
ini disamping melibatkan lembaga pemerintah seperti P2PNFI, BPKB, SKB namun
juga melibatkan yayasan yang bergerak dalam bidang pendidikan masyarakat sebagai
pelaksana program. Namun dalam kenyataannya program-program tersebut
dilaksanakan hanya sebatas pada proyek semata, sehingga tidak ada keberlanjutan
setelah proyek pemerintah berhenti. Dari beberapa kasus yang berhasil ditemui
di lapangan terkait dengan pelaksanaan program PNF tersebut, tidak sedikit
lembaga penyelenggara yang melaksanakan program kecakapan hidup atau
kewirausahaan tanpa melalui pembekalan pendidikan terlebih dahulu dan cenderung
berorientasi praktis, yang kemudian berdampak pada kemandekan dalam
keberlanjutan program. Sebagai contoh yang terjadi di DIY pada tahun 2007 dalam
program keakapan hidup budidaya ikan lele, lembaga penyelenggara hanya
memanfaatkan bantuan pemerintah untuk membuat kolam lele tanpa memperhatian
studi kelayakan infrastruktur maupun sarana dan prasarana penunjang, sehingga
setelah beberapa minggu program tersebut berhenti dan yang tersisa hanya kolam
ikan kosong.
Dalam
kasus lain juga ditemui yayasan yang cukup bertanggung jawab dengan memberikan
pembekalan pendidikan kewirausahaan dan materi yang berhubungan dengan bidang
kecakapan hidup yang akan dilaksanakan sebelum praktik di lapangan. Hasilnya
cukup berbeda, pada kasus pertama program sama sekali tidak memiliki dampak
apapun terhadap masyarakat, namun pada kasus yang kedua, masyarakat dapat
merasakan manfaat terutama dalam keterampilan yang diajarkan meskipun masih ada
permasalahan terkiat dengan pemasaran produk.
Dari
dua kasus di atas terlihat bahwa program yang saat ini dilaksanakan masih
berorientasi pada penguatan materi kognitif pengetahuan, sementara nilai-nilai
yang terkait dengan jiwa kewirausahaan kurang mendapatkan sentuhan, meskpun ada
masih sangat terbatas. Baik di sadari atau tidak, pendidikan saat ini
seringkali mengabaikan nilai-nilai terutama nilai keagamaan, bahkan cenderung
dilupakan dan bahkan lambat laun semakin termarjinalkan dengan berbagai alasan.
Padahal nilai-nilai spiritualitas merupakan puncak kesadaran tertinggi dari
kehidupan manusia. Lebih jauh lagi, praktik pendidikan hanya memandang manusia
sebagai instrumen fisik untuk mempertahankan ideologi yang saat ini dianut oleh
dunia barat yaitu kapitalisme.
Salah
satu indikator pendidikan saat ini untuk mempertahankan eksistensi paradigma
kapitalisme adalah bahwa peserta didik hanya diarahkan untuk menjadi buruh atau
tenaga kerja yang berkualitas, bukan semata untuk menjadikan manusia sebagai
mahluk mandiri dengan cita-cita mulia yang tinggi, artinya output pendidikan
saat ini dipersiapkan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan yang diskenariokan
oleh negara-negara maju untuk mempertahankan eksistensi mereka di negara
berkembang. Output keterampilan diarahkan pada kemampuan peserta didik untuk
mampu melakukan sesuatu atau menghasilkan sesuatu tanpa dilandasi oleh
nilai-nilai yang dapat berfungsi sebagai filter dan pedoman perilaku dalam
bekerja.
Tidak
dapat dipungkiri bahwa sanya ilmu-ilmu yang berkembang di negara maju banyak
yang dikembangkan di negara-negara dunia ketiga bahkan di negara dengan
penduduk mayoritas muslim, yang tentu saja bias dengan pandangan negara maju
yang notabene adalah negara sekuler. Bahkan teori kebutuhan yang dikemukakan
oleh Maslow tentang hierarki kebutuhan tidak menempatkan kebutuhan akan Tuhan
(Allah) sebagai kebutuhan dasar manusia. Penggunaan istilah hukum alam dalam
memandang fenomena alam adalah merupakan salah satu upaya pengingkaran peran
Tuhan terhadap alam semesta, dimana sangat jarang ditemu seorang guru yang
kemudian memberikan penyadaran kepada peserta didik bahwa alam semesta adalah
sebagai sunatullah, bukan hanya hukum alam semata.
Hal
di atas tentu bertentangan dengan esensi pendidikan yang dikemukakan oleh Jonh
Dewey yang menyebutkan bahwa: “Anak didik tidak hanya disiapkan agar siap
bekerja, tapi juga bisa menjalani hidupnya secara nyata sampai mati. Anak didik
haruslah berpikir dan pikirannya itu dapat berfungsi dalam hidup sehari-hari.
Kebenaran adalah gagasan yang harus dapat berfungsi nyata dalam pengalaman
praktis.” John Dewey (1859 – 1952) dalam (Syohih, 2008).
Nilai-nilai
pendidikan berbasis agama manawarkan paradigma pendidikan dan pembelajaran
sebagai bagian dari iman dengan tujuan untuk menyempurnakan ubudiyah kepada
Allah dengan azaz yang cukup jelas yaitu sebagai kemaslahatan bagi umat
manusia. Peserta didik yang memiliki motivasi yang dilandasai oleh nilai-nilai
keagamaan dalam belajar dan bejerja, akan memiliki etos kerja dan kreativitas
secara simultan, sebab dia bekerja dengan semangat yang terpaut dengan
keyaninan dasar agama dan menganggap bahwa apa yang dilakukan adalah merupakan
bentuk pengabdian kepada Allah (ibadah). Nilai-nilai ini justru sangat kurang
diberikan oleh pengelola maupun fasilitator kepada peserta didik, karena
orientasi yang terlalu menekankan pada materi-materi keterampilan, padahal
materi ini saja tidak cukup jika mental warga belajar tidak dibekali dengan
nilai-nilai yang mampu membuat mereka menjadi manusia mandiri
Kelemahan
lain yang masih terasa dalam beberapa program pendidikan kecakapan hidup yang
terjadi saat ini adalah pengelolaan lingkungan yang kurang baik. Hakekat
pendidikan sebenarnya sebagai alat untuk menginternalisasikan nilai-nilai
kurang terfasilitasi dengan baik, terutama dalam program pendidikan non formal.
Instrumental input maupun enviornmental input pendidikan dalam program PNF
kurang mendapat perhatian sebagai bagian yang penting dalam iklim pembelajaran.
Jarang sekali ditemui media yang dapat memperkuat internalisasi nilai, seperti
contoh tidak ada satupun slogan yang dipasang dalam ruang belajar yang berisi
penguatan nilai seperti: “kejujuran adalah kunci kesuksesan” atau yang lainnya.
Disamping itu penyelenggara juga tidak memberikan tauladan sebagai hiden
curriculum yang mampu mempekuat internalisasi nilai-nilai tersebut, antara lain
menyelenggarakan program tidak sesuai dengan pedoman, manipulasi data kegiatan,
dan penyimpangan-penyimpangan lainnya, yang menyebabkan tujuan program itu
sendiri tidak dapat terlaksana karena kelalaian pengelola program.
3. Strategi
Pengembangan Pendidikan
nonformal
Strategi penting adalah
peran fasilitator dan tutor sebagai orang yang berhadapan langsung dengan
peserta didik, dimana tutor dan fasilitator tidak dipersiapkan untuk mendidik
dan membelajarkan peserta didik dengan nilai-nilai keagamaan maupun nilai-nilai
pendidikan lainnya yang justru merupakan modal utama dari program pendidikan
kecakapan hidup. Pertimbangan menjadi tutor lebih kepada kemampuan seseorang
dalam memahami dan menguasai suatu materi tertentu, tanpa dipertimbangkan
mengenai bagaimana seharusnya tutor disamping menyampaikan materi juga mampu
menyisipkan nilai-nilai kewirausahaan berdasar keagamaan agar peserta didik
dapat menjiwai apa yang mereka lakukan sebagai bagian dari ibadah dan
pengabdian terhadap Tuhan
BAB III
PENUTUP
1.
Simpulan
Pendidikan
nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan
secara terstruktur dan berjenjang. Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai
setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian
penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah
dengan mengacu pada standar nasional pendidikan.
2.
Sumber Rujukan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar